Mahasiswa dan Punggawa

Sebagai mahasiswa tentunya kita telah tahu bahwa kewajiban kita pasca thalabul ilmi adalah merealisasikan ilmu yang kita miliki, karena ilmu tampa di amalkan maka ia akan sia-sia belaka, dan pengamalan tersebut dimulai dari diri Kita sendiri, lalu selanjutnya melangkah kepada orang diluar kita seperti Keluarga, Sahabat dan yang lebih luasnya lagi dalam lingkungan Masyarakat. Oleh karena itu sangatlah absurd (baca : menggelikan) apabila kita ingin merubah disekeliling kita padahal diri kita belum kita renovasi, pribadi semacam ini disinggung oleh Allah dengan celaan Kabura maktan dan golongan semacam ini di golongkan sebagai orang yang munafik.

Di era puberitas, Mahasiswa yang kebanyakan dibawah umur 25 tahun kebawah mempunyai klimaks semangat yang menggebu gebu dan selalu ingin memberontak dan ingin melihat perubahan dengan begitu cepat dan tampa melihat sisi baik dan buruknya, inilah yang dimaksud oleh seorang pakar Charlotte Buchler bahwa Mahasiswa mempunyai sifat yang dinamis tetapi hantam sana kemari, berani, tapi pendek akal, emosinya lebih sering muncul daripada rasionya. Hal ini tidak hanya terjangkit di universitas umum saja tetapi di perguruan tinggi Islam virus ini telah mulai menjalar, akibatnya niat untuk mendapatkan aspirasi dari Masyarakat berakhir dengan natijah antipati.

Di masa reformasi Mahasiswa merupakan pahlawan yang tidak dilupakan oleh Masyarakat pada waktu itu, karena telah menumbangkan rezim yang menjajah Indonesia selama hampir setengah abad. Yang jadi pertanyaan sekarang apakah kita benar benar telah merdeka dari penjajahan tersebut ? Apakah doktrin rezim tersebut telah menjadi abu ? apakah budaya KKN telah hilang dinegara kita? Untuk menjawab hal tersebut marikita melihat kembali Negara kita dengan menakar apa yang kita rasakan pasca reformasi. Ternyata kemerdekaan itu hanyalah omong kosong belaka, bahkan pasca reformasi keadaan semakin memprihatinkan, Bukan hanya di dalam pemberantasan masalah KKN akan tetapi keprihatinan tersebut bahkan telah masuk kedalam ranah keyakinan. berbagai macam kelompok yang dulunya dilarang mulai berani menampakkan jati dirinya. Ada yang mengklaim dirinya sebagai Nabi atau ingin dilegitimasinya Agama sempalan dari Lahore India yang sering disebut dengan Ahmadiyah. Bahkan yang lebih kronis lagi ada yang mengklaim dirinya sebagai Malaikat Jibril.

Menurut hemat penulis apa yang dilakukan oleh Mahasiswa dan ORMAS yang lain untuk melakukan perubahan secara radikal terhadap Negara kita adalah merupakan hal yang gegabah atau meminjam istilah AM Saefuddin hantam krommo karena tidak menyelsaikan qadiyyah bahkan membuat qadiyyah- qadiyyah yang baru yang lebih berbahaya, niat mereka ingin mengorbankan seseorang malah mengorbankan banyak orang. Oleh karenanya hal ini merupakan pelajaran bagi kita agar hal tersebut tidak terulang kembali dimasa-masa yangmendatang. Disini penulis bukan berarti mendukung pemerintahan yang zalim, tetapi manhaj untuk merubah seorang punggawa harus kita ganti yang lebih bijak, tidak harus terjatuh dan memakai manhaj Muktazialisme , untuk merubah seseorang tidak harus meneriakkan kesalahannya di jalan-jalan atau mencaci maki dan menjatuhkan harga diri mereka, karena hal itu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat masalah baru.

Kalau kita ingin melihat sejarah ummat kita yang terdahulu yang secara historis tidak jauh beda dengan yang dialami oleh bangsa kita, misalnya saja dimasa Imam Muhaddits Ahmad bin Hambal, dimana pemerintahan pada waktu itu sangat kejam terhadap rakyatnya yang dikenal dengan fitnah khulukil quran bahkan terhadap Imam Ahmad bin Hambal sendiri, akan teapi Imam Ahmad tidak melakukan penggulingan kekuasaan pada waktu itu, padahal dilihat dari segi kualitas dan kuantitas Imam Ahmad lebih besar dan lebih unggul. Bahkan Imam Ahmad mengatakan “ saya terus menerus mendoakan Khalifah” kenapa ? karena menurut Beliau Khalifah yang zalim itu tidak harus diturunkan tetapi di doakan dan di nasehati agar dia menjadi baik, bahkan perlu di hormati karena orang yang mempunyai kekuasaan yang cukup tinggi dan mempunyai pengaruh yang cukup besar itu sangat berbahaya.

Oleh karenanya sebagai Mahasiswa Islam tidak mesti mengganti anggota parlemen yang hanya tertidur. Tapi tugas kita adalah menasehati dan berdakwah kepada mereka, karena dakwah dikalangan punggawa sama pentingnya dengan berdakwah dikalangan awan dan kaum terpelajar seperti kita ini, karena islam adalah hak bagi semua orang meminjam istilah Anis Matta Lc. haqqul jami “ dan yang paling terpenting bagi mahasiswa islam adalah kita harus tahu dan faham bagai mana menyeimbangkan antara As-sunnah dan Al-jamah, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara berpegang teguh kepada kebenarn dan menjaga keutuhan ummat, jangan sampai kita terlalu keras ( baca : ekstrim ) dan bersemangat untuk melakukan kebenaran tapi malah memecah belah Ummat. Wallahu taala a’allam.
 

Pendikotomian Ilmu Tuhan

Pengetahuan keagamaan tidak akan berarti kalau hanya dipelajari sebagai ilmu saja, anggaplah misalnya kita mempelajari agama islam hanya sebagai islamologi saja , padahal didalam ajaran agama amalan dan kreativitas lebih sangat dituntut,
Pengetahuan keagamaan, secara kulli selalu menekankan pada keimanan terhadap sesuatu yang khariji (baca: zahir) atau juga sesuatu yang tidak nampak dialam realita dalam artian metafisis dan juga kebaktian kepada sesuatu yang tidak mudah difahami dan di cerna olehakal manusia. Oleh karena itu orang-orang materialis beranggapan, bahwa sesungguhnya pengetahuan keagamaan sangatlah subyektif, karena sulit dipertanggung jawabkan secara ilmiyah dan sulit untuk di cerna oleh aturan berfikir, Di sinilah letaknya kenapa materialisme sangat sulit sekali menerima pandangan-pandangan yang menyangkut tentang permasalahan hari kebangkitan yang secara rasional tidak ada jejaknya. sekalipun demikian secara batiniyyah doktrin keagamaan lebih memuaskan bagi pemeluknya, apalagi pengetahuan keagamaan dijalankan menurut undang undang yang telah diatur oleh agama tersebut.
Akan tetapi bila kita kembali melihat realita yang ada, kebanyakan orang memahami agama secara sangat juz’iy atau secara parsial (baca:sebagian) yang akhirnya berdampak ketidak serasian antara nilai-nilai agama dan prilaku kehidupan sehari-hari. ini disebabkan oleh adanya pendikotomiyan ilmu allah oleh para ilmuan dan kaum agamawan. A.M saefuddin mengatakan bahwa kesemuanya ini terjadi karena formula yang diciptakan oleh presepsi ilmu pengetahuan dan penganut agama memang memungkinkan, karena sampai saat ini ilmu pengetahuan selalu mengelak dan ingin berdiri sendiri diluar agama dalam artian sekularisme. Dan sekularisme menurut beliau bukan hanya di produksi oleh kaum ilmuan tetapi juga para agamawan yang buta akan sunnatullah.
Oleh karena itu maka tidak heran kalau ada sebagian kiai yang berasumsi membedakan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, padahal kalau kita ingin mengkaji kembali didalam Al-Quran dan Al-Hadits tidak ada yang namanya pembedaan tersebut baik itu secara tersirat maupun tersurat, yang ada hanyalah ilmu Allah swt karena Allah adalah pemilik dunia dan akhirat. jadi tatkala seorang pelajar islam mempelajari keduniaan seperti ilmu kimia, ilmu falak, dan filsafat. Itu sama berarti seorang tersebut secara tidak langsung telah mempelajari ilmu Allah dan dengan demikian bisa menghasilkan pribadi-pribadi muslim yang sejati yang tidak hanya memahami agama secara parsial tetapi sampai kederajat kaffah dan kamal, oleh karenanya pemahaman sekularisme bukan hanya sengaja diciptakan oleh para ilmuan tetapi juga mendapat dukungan dari kaum agamawan yang tidak menyadari sikapnya.
Dalam dunia metafisika yang paling sulit dan banyak menguras akal para filosof adalah konsepsi tentang al haq (baca:tuhan), sejarah telah membuktikan bahwa dari zaman yunani kuno sampai saat ini masih belum bisa membuktikan adanya tuhan dengan menggunakan pendekatan kosmologis,ontologis,dan teologis.yang ketiga-tiganya menggunakan manhaj aqli atau menggunakan metode pendekatan secara rasionalitis. Ketiga metode ini hanya memberikan kuasa kepada akal saja tidak dengan mata batin dalam menjalankan proses berfikir. Pendekatan semacam ini tidak akan menyentuh ke hati kecil kita untuk mendapatkan keimanan dan juga untuk mencapai al haq tetapi malah memantulkan keraguan kita kembali. penyebab yang paling mendasar adalah karena metode atau manhaj yang diterapkan oleh para filosof tidak sesuai dengan obyek, karena untuk mencapai obyek (al haq) itu hanya bisa dicapai secara memuaskan dengan menggunakan metode intuitif atau pendekatan yang bersifat batiniyah di banding lewat pendekatan secara rasionaitis,akan tetapi keduanya akan menjadi romantis dan tajam apabila kedua pendekatan tersebut digabungkan. dan kedua metode inilah yang sekarang di jalankan oleh fakultas filsafat di Al Azhar. Dari uraian diatas maka penulis berkesimpulan bahwa tidak adanya pendikotomiyan didalam berbagai cabang ilmu karena kesemuanya mempunyai hubungan yang erat karena dia berada dalam satu lingkaran satu pencipta yaitu Allah