Al hal Fana' dalam Kacamata Kaum Sufi

Ketika kita mendengar istilah diatas maka yang tertashawwur ( tergambar ) dalam fikiran kita adalah tokoh kontroversial semisal Al hallaj atau Ibnu A'rabi atau para tokoh taswwuf assyatih (nyeleneh) yang lainnya, mereka inilah yang rela kehilangan nyawa demi membela kalimat diatas, sebenarnya mahiyah atau esensi apa yang terkandung dari kalimat tersebut hingga orang-orang juga ikut takut untuk mempelajari ilmu tasawwuf dan alergi mendengar kata sufi, Abu Said Alkharraz mencoba mensyarah ma'na dari istilah fana' ini ia mengatakan fana' adalah : apabila seseorang menyerahkan kuasanya hanya pada Allah Swt. dan bergantung hanya padanya, dan tenang disampingnya maka dia lupa akan dirinya. Dan dia akan melupakan semuanya kecuali Allah, dan apabila kita berkata kepadanya siapa Engkau dan apa yang Kamu inginkan maka tidak ada jawaban yang lebih afadhal kecuali jawaban aku adalah Allah, yang aku inginkan adalah Allah.

Bila dilihat dari histori atau Awal mula pengistilahan kalimat fana' para ulama' masih berbeda pendapat, tetapi dari pendapat yang paling mayoritas dari buku buku tasawwuf lebih condong kepada tokoh Rabiah Al Adawiyah yang meninggal pada tahun 185 H. tetapi pendapat ini di bantah oleh. Dr Muhamad Sayyid Al Jalyand beliau berkata istilah fana' ini belum dikenal sebelum abad ketiga hijriyah dan adapun kemudian perkataan fana' almuhib fi al mahbubihi yang disandarkan kepada Rabiah Al Adawiyah tidak bias menadi asumsi dan tidak bisa untuk dijadikan alasan karena fana' itu sendiri adalah merupakan musthalah madzhabi yang mempunyai arti khusus yang dimana hal tersebut tidak dikenal oleh Rabiah itu sendiri dan pengistilahannya belum ada dizamannya.

Apabila kita ingin mencermati istilah ini maka pengistilahan kalimat fana' itu sendiri sering di gunakan oleh kaum sufi sebagai muqabalah ( lawan) dari al baqa' (baca: abadi) yang mana kedua musthalahat ( istilah) ini tak bisa di pisahkan satu dengan lainnya oleh karenanya apabila seorang sufi telah fana' maka dia dengan otomatis harus baqa' , dan dari kedua mustalahat inilah nantinya terjadi pertentangan oleh para mutasawwif yang berlevel tinggi seperti Aljunaid, Al kharraz, Annuri, yang menjadi penyebab perbedaan itu adalah tatkalah seseorang dalam keadaan hilang (baca:fana') apakah ia harus abadi (baca:baqa') dalam kefana'annya, ataukah ia harus kembali pada kesadarannya untuk kedua kalinya?, seperti yang dinukil oleh Alkulabaziy bahwa alfana' adalah ghaibnya seseorang dari sifat basyariyyahnya ( baca : Manusia ) pendapat yang pertama yaitu para muhaqiqun dari kalangan sufi melihat bahwa seseorang yang sudah sampai ke Hal al-fana' maka ia tidak harus kembali pada kesadaraannya untuk kedua kalinya, dengan beralasan bahwa al-fana' adalah pemberian yang diberikan oleh maha pemberi, dan apabila ia kembali pada sifatnya yang pertama maka sama halnya sang pemberi merampas sesuatu yang telah ia berikan, dan Al haq mustahil dari sifat yang demikian, dan yang mengusung pendapat ini seperti Alkharraz dan Annuri, Dan penapat yang kedua mereka lebih condong mengatakan kembali untuk kedua kalinya dari al hal al-fana' dan membantah pendapat yang pertama dengan alasan bahwa dengan mengabadikan al-fana' maka ia akan berakibat pengguguran hukum-hukum syariat dan melumpuhkan anggota tubuh untuk melaksanakan pekerjaanya baik mencari penghidupan ataupun melaksanakan al wajibat. Alkullabazi seorang sufi terkenal dan banyak mensyarah pendapat tokoh tokoh sufi, lebih condong pada pendapat pertama dia melihat bahwa abadinya fana' disini bukan berarti seorang yang telah mencapai al-hal tersebut itu menjadi idiot atau tak sadarkan diri (baca:pingsan) dan sifat kemanusiaannya lenyap, tapi Allah memberikan keistimewaan kepada hamba tersebut dengan mengosongkan jiwanya dan semua sifat sifatnya, ini berarti bahwa amalan tersebut bukan ikhtiyar ( pilihan) seorang hamba tetapi merupakan fadilah ( keutamaan) yang diberikan oleh allah pada hambanya dan dari sinilah seorang hamba nantinya mentransfer pemberian tersebut padawaktu ia berperoses dari al hal fana' fillah ila maqam al baqa' billah, dan apabila hamba tersebut telah melewati mustawa'(baca:jenjang) ini maka hamba itu akan sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yang sering kita sebut dengan alhulul, atau al-ittihad atau yang lebih populernya lagi dengan istilah wihdatul wujud dan pada level inilah tokoh-tokoh sufi semisal Abu yazid al bustami, Ibnu arabi dan Alhallaj menari nari.

Imam Alkusyairi memiliki pandangan lain tentang fana' dan tidak sependapat dengan Fana' yang berakhir dengan al-hulul dan al-ittihad begitu juga dengan At thusi yang meninggal tahun 378 H beliau memberikan tambih atau peringatan sekaligus mentahzir yang berkeyakinan hulul dan ittihad dalam bukunya allumma' fi tarikhi at tashawwuf al islami dia berkata bahwa sifat kemanusian seseorang tidak akan pernah hilang dari manusia. Dan ditempat lain ia memperingatkan pada penduduk Bagdad bahwa mereka telah salah menempuh jalur fana' yang berakhir dengan alhulul. Karena penduduk bagdad pada waktu itu menganggap dirinya telah masuk kedalam sifat al haq tatkala mereka fana' fillah , ini tak jauh beda dengan perkataan orang Nasrani kepada Isa alihi assalam. Dari sini bisa kita lihat bahwa pandangan Ulama' Tasawwuf berbeda tatkala mereka telah sampai pada alhal fana', ada yang hanya sebatas fana' tampa harus masuk kedalam alhulul dan ittihad, dan golongan ini sangat keras terhadap golongan ittihadi bahkan melaknat mereka dan menganggapnya telah keluar nas syariat mereka dari golongan ini seperti Aljunaid, Sahal bin Abdullah Attastariy, Dan golongan yang kedua yang fana'nya sampai kederajat alhulul wal ittihad, golongan ini bahkan sampai meng non aktifkan amalan syariat, dan diantara mereka ada yang menganggap dirinya al-haq,tokoh tokohnya seperti Abu Yazid Albustami, Assyabali, dan Alhallaj. menurut DR Muhammad sayyid al jalyand berkata perbedaan antara keduanya sangatlah tipis dan tidak begitu jauh, karena keduanya memulai dengan jalan ( tariqah) yang sama, dan perbedaan itu terjadi pada waktu mereka telah sampai pada maqam alfana'.

Dan terakhir Sebagai catatan pinggir, ulama' sufi yang menggap dirinya dari golongan mu'tadilin telah mencoba untuk meratakan pemahaman alhulul dan ittihad dari golongan mutaakhirin yang telah tenggelam kedalam mahabbah yang jauh kepada Allah hinggah mereka jatuh kedalam pelanggaran syariat, kesemuanya ini telah di tahzir oleh ulama' kita karena sangat berbahaya baik dari segi syariat ataupun dari akal sehat. Wallahu ta'ala a'alam.

 

Al iraqi

sebelum ujian kemaren ane sempat baca salah satu buku karangan Prof Dr atif al iraqi yang berjudul tajdid fil al madzahib al falsafiyah wal kalamiyah, dalam buku ini beliau ingin mencoba untuk menawarkan solusi baru untuk para pengkaji ilmu ini terkhusus bagi mereka yang menggiati filsafat, memang pandangan-pandangan beliau tentang dunia Filsafat ini tidak di ragukan lagi, beliau telah banyak menulis berbagai macam buku tentang filsafat ilmu kalam dan tasawwuf. bukan hanya itu beliau juga mempunyai murid-murid yang tidak bisa di ragukan lagi kapabilitasnya di bidang ilmu theologi dan filsafat. murid-murid beliau seperti DR Najah Muhsin. pilosof wanita mesir yang pernah menulis buku al fikri as-siyasi indal muktazilah. selain itu adapula muridnya yang bernama Dr majdi muhammad ibrahim yang menulis sebuah buku dibidang tasawwwuf yang berjudul Al hal fana baina al junaid wal gazhali. dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
bila kita membaca buku-buku beliau ia sangat keras menghantam metodelogi para mutakallimin, yang dianggapnya sebagai kaum jadali, beliau memang banyak terpengaruh dengan filosof Andalusia Ibnu rusyd, maka tak heran diantara buku-bukunya banyak sekali mengulas tentang ibnu rusyd.
diantara buku-buku ibnu rusyd yang pernah beliau tulis seperti : al filosof Ibnu rusyd wa mustaqbal atsaqafah al arabiyyah ( kemaren beli di maktabah usrah :d ) ada juga an-nazatul al aqliyyah fi falsafati ibnu rusyd. dan masih banyak lagi buku-buku beliau yang apabila dibaca kelihatannya beliau ini sangat nge-fans banget ama Ibnu rusyd, hampir di setiap buku beliau mengulas tentang filosof ini. seperti bukunya : tsauratul aqli fi al falsafatil arab. dan juga bukunya yang sekarang lagi ane baca ini, tajdid fil al madzahib al falsafiyah wal kalamiyah ( barusan basah kena air pas lagi nulis di blog ini).
dengan penyampaian yang cukup renyah dan mudah untuk difahami ( ini yang ane suka dari atif iraqi hampir mirip dengan motodelogi Ibnu taimiyah) beliau menjelaskan satu demi satu pemikiran dan argumen para tokoh-tokoh mutakallimin dan filsafat dari nas yang sulit hingga nas yang paling sulit beliau berusaha untuk menyederhanakannya dan menyimpelkannya. hampir semua buku-buku beliau sudah ane beli selain buku-buku yang ane jelasin diatas ada juga buku beliau yang membahas tentang filsafat naturalis ibnu sina, judulnya : al falsafati at-tabi'iyyah inda ibnu sina. selain berkualitas buku-buku beliau juga sangat murah, apalagi kalau udah dicetak sama dar el ma'arif atau maktabah usrah. Prof Dr Atif Iraqi semoga Allah selalu menjaga beliau dan membalas jasa-jasa beliau amin.
 

Absurd

Emang di akui Jaringan Islam Liberal atau JIL sekarang ini udah mulai mengepakkan sayap-sayap mereka, mungkin para tokoh-tokoh mereka sekiranya masih hidup seperti Harun Nasution, Nurcholis majid, Abdul rahman Wahid ( gusdur) pasti sudah sumringah melihat keberhasilan para penerus-penerusnya yang telah menyebarkan gerakan dan pemahaman ( pencerahan dalam prespektif mereka) ini.
tapi pernah saya berfikir kenapa Jaringan Islam Liberal ini tidak membuat semacam Idelogi yang paten hingga kita bisa mengetahui metode, cara berfikir mereka itu mau kemana. selama ini yang saya lihat dari berbagai tulisan-tulisan yang mereka buat, bukan dari hasil pemikiran mereka, kebanyakan mengambil dan meminjam dari para pemikir-pemikir barat yang seakan-akan mereka udah ke sambet dan sangat senang dengan cara pandang mereka, sekalipun mereka tidak akan mengakui hal ini. tapi kenyataannya tidak bisa di elakkan.
dan juga hampir setiap pemikiran dan hasil ijtihad para ulama-ulama dahulu tidak lepas dari keritikan mereka, sebenarnya JIL ini maunya apa ?, padahal mereka sering menggembar gemborkan yang namanya kebebasan berfikir, tapi tatkala ada pemikiran yang berbeda dengan mereka, mereka lalu menyalahkannya, al hurriyah al fikriyah yang mereka usung itu seperti bagai mana sih ? yang lebih lucunya lagi mereka menghantam ulama dahulu bukan dari hasil penalaran mereka sendiri tapi dengan ide orang lain atau nyiplak, dan kelihatannya mereka lebih bangga dengan produk-produk dari luar di bandingkan dengan produk dari dalam.
atau apakah memang tugas mereka itu hanya mengkritik setiap pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan islam yah ?
dan juga memang perlu SEDIKIT di akui JIL ini sering menggunakan dali-dalil dari al quran, tapi hanya sekedar sensasi doank ( orang indonesia kebanyakan lebih senang dilihat demikian) seperti dalil-dalil mereka tentang prularisme agama. tapi ayat yang mereka kutip hanya yang itu-itu aja, ga pernah di ganti-ganti, kelihatannya JIL ini hanya melihat satu pohon aja padahal masih banyak jutaan pohon yang lain yang perlu kita lirik atau apakah hanya sebatas itu kemampuan kaum JIL ?
diantara dalil-dalil mereka yang sering mereka pakai adalah ayat al quran yang menjelaskan bahwa semua agama di dunia ini selamat, ayat ini salah satunya terletak pada surah al baqarah ayat 62 yang arti bebasnya seperti ini " sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang yahudi dan nasrani dan shabiah dan yang beriman kapada Allah dan hari akhir dan beramal saleh maka dia akan mendapatkan ganjaran dari tuhan mereka dan mereka tidak takut dan tidak pula bersedih ". ayat ini mereka jadikan sebagai argumentasi bahwa islam sangat mengajarkan tentang pluralisme Agama. padahal kalau kita membaca kembali buku-buku tafsir , menunjukkan bahwa ayat menunjukkan ahlul kitab yang hidup di zaman sebelum nabi datang. dan pada waktu nabi muhammad datang dan di utus oleh Allah maka wajib bagi mereka untuk mengikuti ajarannya. jadi kelihatannya metode JIL disini mereka mengintrepretasi Ayat secara umum tampa melihat asbab mengapa ayat ini turun dan juga tampa mengkaji para penafsiran-penafsiran ulama dahulu ( mungkin bosan kali ye ama tafsiran ulama dulu ) tetrkadang juga mereka menggunakan sebuah kaidah semau mereka sendiri dan bahkan terkadang mereka membalikkan kaidahnya hingga tak heran natijah ( hasil) dari analisanya terkadang ngawur, tidak sesuai dengan pemahaman jumhur. ada sebuah kadah dalam ilmu tafsir "al ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi as-sabab" kaidah ini sering mereka gunakan ( tapi di tempat-tempat tertentu aja yang sesuai dengan ideologi mereka) sepeti ayat diatas.
tapi hal itu akan berbeda tatkala kita melangkah ke ayat yang lain contohnya ayat yang menjelaskan tentang hukum meminum khamar yang didalam Al quran sudah sangat jelas sekali hukumnya, tapi bagi JIL hukumnya bisa berbeda ( bukan JIL namanya kalau tidak ngawur) didalam berargumen tentang ayat ini mereka tidak menggunakan qaidah yang diatas, malah mereka melihat ayat secara mendetail, hingga mereka tahu kepada siapa ayat khamar ini di turunkan. hingga akhirnya merekapun berkata bahwa khamar itu hanya haram di daerah arab di sebabkan karna ayat ini turun buat bangsa arab saja yang kondisi udaranya panas, tapi di daerah non arab yang hawanya tidak panas maka hukum khamar itu menjadi halal.
demikianlah pemikiran kaum JIL yang kayak bunglon, menafsirkan ayat semau mereka, dengan selalu berfantasi bahwa Islam itu tidak katro, islam itu tidak boleh ketinggalan jaman. kalau orang barat mabuk dengan alasan moderenisasi kenapa kita tidak ikut mabuk selama ada penafsiran yang lain. dan akhirnya maka tak heran sekarang ini Jaringan Islam Liberal tengah gencar-gencanrnya menyerang Metodelogi Ilmu tafsir, didalam tulisan Ulil baru-baru ini di situs pribadinya, ulil.net sangat terang-terang sekali ingin menghancurkan pondasi Ilmu tafsir yang sudah dijaga selama ratusan tahun. di dalam tulisan nya ulil Ingin menghapus semua syarat-sayarat seorang penafsir yang kata dia sangat mengekang itu. dengan berdalil dengan argumen yang terkadang absurd dan saling kontradiksi dan ini mengindikasikan juga bahwa mereka memang betul-betul tidak lagi menunjukkan penghormatan teradap ilmuan-ilmuan islam, mungkin karena sudah terpengaruhi oleh silaunya pemikiran dan peradaban barat.